Seputar Bugis

Memahami Riwayat Raja Bone ke-1


DALAM Sejarah Sulawesi Selatan, dikenal tiga kerajaan besar, yaitu Luwu, Gowa, dan Bone. Ketiga kerajaan ini memiliki sebutan atau gelaran yang berbeda untuk Rajanya. Gelar Raja Luwu adalah Datu Mappanjunge’ ri Luwu, artinya Raja yang berpayung di Luwu atau raja yang menaungi di Luwu. Dalam penulisan, kadang hanya disebut Datu Luwu, Pajung Luwu atau Pajunge’, maka sebenarnya yang dimaksudkan itu adalah Raja Luwu. Untuk Kerajaan Gowa, gelar rajanya disebut Karaeng Sombayya ri Gowa, artinya Raja yang disembah di Gowa. Dalam penulisan, kadang hanya disebut Karaeng Gowa, Somba Gowa, KaraengE ri Gowa atau cukup disebut KaraengE, maka sebenarnya yang dimaksudkan itu adalah Raja Gowa.

Lain Luwu dan Gowa, Kerajaan Bone pun punya gelaran tersendiri untuk rajanya, yaitu Arung Mangkaue’ ri Bone, artinya Raja yang berkedudukan di Bone. Dalam penulisan, biasa gelar raja itu dipersingkat, seperti Arumpone, MangkauE, atau ArungE’ ri Bone maka sebenarnya yang dimaksudkan itu adalah Raja Bone. Dalam upaya memahami Sejarah Kerajaan Bone, kita akan menemui banyak sebutan untuk Raja dan bangsawan tinggi karena memang Budaya Bugis itu melarang (dianggap tabu’ / pamali / dosa) jika menyebut langsung nama seseorang yang dihormati, khususnya Raja. Sebagai contoh, Raja Bone VI. Nama sebenarnya adalah La Uliyo, lebih sering disebut Bote’E karena tubuhnya yang gempal dan subur. Setelah seorang raja meninggal maka lebih sering disebut nama meninggalnya, seperti MatinroE ri Itterung, yang artinya Raja yang meninggal di Itterung.

Nama Raja / Bangsawan tinggi Bone yang banyak disebut dalam Lontaraq Akkarungeng ri Bone—sumber tertulis dari Lontaraq tentang sejarah dan silsilah Raja Bone—umumnya untuk Raja laki – laki, namanya diawali dengan kata depan La seperti La Ummase’, sedang untuk raja / bangsawan perempuan, namanya dimulai dengan kata depan We, seperti We Banri Gau. Sebutan bangsawan tinggi yang umum dipakai di Bone dibawah Raja adalah Petta. Misalnya Petta Pungawae, sebutan untuk Panglima tertinggi militer Bone. Gelar kerajaan lainnya yang ada di Sulawesi Selatan juga punya karakteristik tersendiri. Kerajaan Soppeng, rajanya disebut Datu Soppeng, Kerajaan (Addatuang) Sidenreng, rajanya juga disebut Datu Sidenreng. Untuk Kerajaan Wajo, rajanya disebut Arung Matowa Wajo.

Dalam memahami Riwayat Raja Bone, perlu pula diketahui sebelumnya Struktur Pemerintahan yang berlaku pada masa Kerajaan tersebut, yaitu terdiri dari Arung Mangkaue’ ri Bone (Raja Bone) sendiri, dibawahnya ada Makkadangen Tana yang bertugas dalam urusan hubungan kerajaan lain (Menteri Luar Negeri), Tomarilaleng yang bertugas dalam urusan dalam kerajaan (Menteri dalam Negeri). Tomarilaleng ini disebut juga Ade Pitu (Hadat Tujuh), karena terdiri dari tujuh orang pembantu utama / pemimpin dalam pemerintahan Bone, yaitu Arung Ujung (mengepalai urusan Penerangan Kerajaan Bone), Arung Ponceng (mengepalai urusan Kepolisian / Kejaksaan dan Pemerintahan), Arung Ta’ (mengepalai urusan pendidikan dan mengetuai urusan perkara sipil), Arung Tibojong (mengepalai urusan perkara / Pengadilan Landschap / hadat besar serta mengawasi urusan perkara Pengadilan Distrik), Arung Tanete Riattang (mengepalai memegang kas Kerajaan, mengatur Pajak dan dan Pengawasan Keuangan), Arung Tanete Riawang (mengepalai Pekerjaan Negeri atau Landschap Werken-LW) Pajak Jalan dan Pengawas Opzichter) serta Arung Macege (mengepalai Urusan Pemerintahan Umum dan Perekonomian).

Makkadangen Tana juga membawahi langsung Ponggawa (Panglima Perang) yang bertanggung jawab urusan pertahanan. Bertugas dibidang Pertahanan. Dibawah Punggawa, ada Pangngulu Lompo (mengkoordinir pasukan dari rakyat Tana Bone), Dulung (semacam Panglima Daerah, bertugas mengoordinir daerah kerajaan bawahan, dibagi atas dua Dulung, yakni Dulungna Ajangale yang mengontrol kawasan Bone Utara dan Dulungna Awang Tangka yang mengontrol Bone Selatan), Pangngulu Caddi (wakil dari Pangngulu Lompo), Anre Guru (mengoordinir pasukan elit kerajaan), dan Passiuno (pasukan siap tempur yang rela mengorbankan jiwa raganya demi tegaknya kedaulatan Kerajaan Bone). Secara berstruktur Tomarilaleng / Ade Pitu membawahi Tomarilaleng Lolo, Arung Palili / Sullewatang (Raja negeri bawahan / raja muda) dan Kepala Kampung.

Selain itu, ada pula jabatan dalam Kerajaan yang disebut Jennang (Pengawas) yang tugasnya di bidang pengawasan baik dalam lingkungan istana, maupun dengan kerajaan bawahan. Ada pula Bissu, yang tugasnya merawat benda pusaka Kerajaan, disamping melaksanakan pengobatan tradisional dan pendeta dalam hal kepercayaan terhadap Dewata SeuuwaE. Setelah masuknya Agama Islam di Kerajaan Bone, kedudukan Bissu di non-aktifkan dan digantikan dengan Kadhi (Ulama) yang perangkatnya terdiri dari Imam, Khatib, Bilal dan lain-lain yang bertugas sebagai Penghulu Syara dalam Bidang Agama Islam. Kadhi (Ulama) ini sangat disegani bahkan Mangkaue’ (Raja Bone) sering meminta Fatwa langsung, khususnya menyangkut hukum Islam.

0 komentar:

Posting Komentar